Saturday, March 14, 2009

Lanjutkan dengan SBY-Ani?



Majalah Gatra

No 18 tahun XV. 12-18 Maret 2009
Rubrik Perspektif (hal 106 - original link)

Berly Martawardaya

Mari kita dukung terus. Lanjutkan!

Begitulah seruan Partai Demokrat di berbagai media massa dalam beberapa bulan ini. Iklan politik itu berupaya menyampaikan pencapaian pemerintahan Presiden SBY dan mengajak rakyat untuk melanjutkan pemerintahan di periode 2009-2014.

Pertanyaannya, SBY akan melanjutkan dengan siapa? SBY dan JK banyak mengeluarkan sinyal dan isyarat bahwa duet ini akan dipertahankan untuk periode kedua. Tapi belakangan JK mendapat banyak tekanan dari internal Golkar supaya partainya memajukan calon presiden (capres) jika memenangkan pemilu legislatif. Bagai buah simalakama, kekalahan pun sulit di bendung jika maju sendirian sebagai capres. Namun jika tidak maju akan memicu perpecahan internal di Golkar.

Di lain pihak, popularitas SBY cukup tinggi. Penurunan harga minyak dunia memungkinan pemotongan harga BBM domestik yang disambut baik. Dampak krisis ekonomi global ke Indonesia relatif lebih kecil dari negara tetangga. Redamnya isu separatisme di Aceh dan Papua juga menjadi nilai plus. Seperti layaknya pemilu dengan incumbent sebagai salah satu kandidat, pemilu berikut adalah referendum atas pemerintah yang sedang berjalan.

Jika Partai Demokrat dan koalisinya mendapat suara mendekati 20 %, terbuka kemungkinan mengusung Ani, panggilan akrab Menteri Keuangan Sri Mulyani, sebagai calon wakil presiden (cawapres). Pooling di website harian Bisnis Indonesia menunjukkan pasangan ini lebih didukung dari SBY-JK. Pada periode lima tahun mendatang ekonomi dan resesi global tetap akan menjadi permasalahan besar sehingga duet wapres-cawapres perlu memiliki kompetensi ekonomi.

Bukan pertama kali ekonom menjadi pimpinan politik. Jan Peter Balkenende, Perdana Menteri Belanda sejak tahun 2002, adalah profesor ekonomi di Free University Amsterdam sebelum terjun ke politik. Reformasi pasar tenaga kerja dan pensiun yang dilakukannya telah di puji para ekonom karena beresiko politik dalam jangka pendek tapi memiliki pengaruh positif pada jangka panjang. Balkenende pun sempat mengasah insting politiknya sebagai anggota parlemen beberapa periode sebelum menjadi pimpinan pemerintahan.

Namun Ani perlu mengkaji pilihan yang terbuka dan berhati-hati untuk tidak jatuh pada jebakan "Peter Principle", Formulasi yang dinyatakan oleh Dr. Laurence J. Peter and Raymond Hull, bahwa seseorang akan dinaikkan posisi dan tanggung jawab sampai satu tingkat di luar batas kompetensinya.

Para pendukung SBY, baik di Partai Demokrat atau organ informal seperti Jaringan Nusantara, telah membuka pintu untuk SBY-Ani sebagai pasangan capres-cawapres. Bahkan PKS juga telah memberi sinyal positif. Latar belakang keluarga Ani yang aktivis PNI diharapkan menjadi daya tarik bagi pemilih nasionalis dan perempuan yang sedang di kejar oleh PDI Perjuangan.

Pencapaian Ani dalam mengemudikan ekonomi Indonesia, sebagai Ketua Bappenas, Menteri Keuangan dan Menteri Koordinator Perekonomian di Kabinet Indonesia Bersatu cukup nyata. Pengakuan sebagai Menteri Keuangan terbaik dunia tahun 2006 datang dari Euromoney, majalah keuangan terkemuka di Eropa. Majalah Forbes menempatkan Ani pada peringkat ke-23 wanita paling berpengaruh di dunia.

Ani juga menunjukkan kepemimpinan dan integritas dalam berbagai kesempatan. Pembersihan di institusi Bea Cukai dan reformasi pajak menyelamatkan kekayaan negara dan meningkatkan competitivenes. Konfrontasi suspensi saham Bumi dengan Menko Kesra Aburizal Bakrie yang memiliki dukungan politik kuat menunjukkan jabatan bukan segalanya bagi Ani.

Namun bila sebelumnya Sri Mulyani dapat fokus pada perbaikan ekonomi dan permasalahan teknis, sebagai cawapres ia harus berhadapan dengan strategi politik yang abstrak dan komunikasi publik dengan audiens yang beragam latar belakang pendidikannya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Ani untuk keluar dari comfort zone. Wapres pertama Indonesia, Mohammad Hatta, selain sebagai ekonom juga memiliki basis politik dan regional serta keterlibatan panjang dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Herbert Feith dalam karya besarnya, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, membagi peran dwitunggal Sukarno-Hatta sebagai administrator dan solidarity maker.

Bagi SBY, apakah nilai positif memiliki wapres yang loyal dalam pemerintahan sebanding dengan hilangnya dukungan mesin politik ketika berkampanye dan stabilitas ketika memerintah? Golkar tidak akan keluar dari tiga besar pemenang pemilu legislatif dan akan sulit menggolkan kebijakan pemerintah tanpa dukungannya.

Dilemma ini dapat diatasi jika Partai Demokrat mampu membangun koalisi luas dengan berbagai parpol minus Golkar dan PDI Perjuangan yang “rela” Ani menjadi cawapres.
Tapi ada kemungkinan lain dari pemunculan pasangan SBY-Ani. Yaitu demi meningkatkan posisi tawar Partai Demokrat dan menekan konsesi dari Golkar jika SBY-JK dilanjutkan. Politics is the art of possibilies. Lanjutkan!


Penulis adalah Dosen FEUI dan alumnus Free University Amsterdam

1 comment:

ARITA KAYA HRTB said...

mengingat JK dan golkar sudah menjauh sari SBY dan demokrat, terserah saja kalau SBY mau pasangan sama Ani, kalau benar jadi pas kan istrinya ani wakilnya ani juga.