Friday, November 16, 2007

Pahlawan Devisa, Pahlawan Masa Depan

Koran Tempo, 16 November 2007


Berly Martawardaya dan Joko Tirto Raharjo


Peringatan hari pahlawan di Indonesia di Indonesia di dasarkan pada persitiwa heroik di Surabaya dimana penduduk yang hanya bersenjatakan bambu runcing dan peralatan tani melawan serdadu sekutu dengan gagah berani. Mantan Dubes Amerika untuk Indonesia menuliskan dalam memoirnya (Jones, 1973: 103) bahwa peristiwa itu merubah opini masyarakat Belanda dan dunia serta memulai seri negoisasi yang berkulminasi pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag.

Namun pada saat ini tidak banyak media untuk berjuang secara fisik demi Indonesia kalau tidak berprofesi sebagai atlit olahraga. Masih adakah pahlawan di masa kini? Bagaimana cara menjadi pahlawan Indonesia masa depan?

Saat ini yang menjadi mendapat sebuatan pahlawan di Indonesia hanyal dua pekerjaan. Yang pertama adalah pahlawan tanpa jasa alias guru dan yang kedua adalah pahlawan devisa alias tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Guru memberikan ilmu tapi tidak devisa sedangkan TKI memberikan devisa tapi tidak ilmu.

Tidak banyak orang Indonesia seperti Nelson Tansu yang pada usia muda sudah menjadi profersor di kampus ternama Amerika dan memegang tiga hak paten. Data PBB menyatakan bahwa pada tahun 2000 hanya 2 % dari pekerja Indonesia di luar negeri yang lulus sarjana, dan hanya 434 dokter (1,3 % dari dokter di Indonesia). Beda sekali dengan Malaysia yang 10,4 % dari total disporanya lulus sarjana termasuk 2.211 dokter (11.9% dari total).

Jika dicermati dari nomor absolut maka pada tahun 2005 lebih dari 1,7 juta penduduk Indonesia mengejar nafkah di luar negeri dengan sasaran utama Malaysia, Saudi Arabia, Belanda, Singapur, Amerika dan Australia. Studi ADB menunjukkan bahwa terjadi pertumbuhan drastis dari pekerja domestik (eufimisme pembantu) yang berkerja di luar negeri dari 1000 di tahun 1920 menjadi 92 000 di tahun 2005. Sekitar 75 ribu pekerja domestik di Singapur berasal dari Indonesia dan empat kali lipatnya di Malaysia (Abdul-Rahman, 2005)..

Para pahlawan Indonesia ini secara teratus mengirimkan uang ke tanah air walaupun pengeluaran mereka di negri seberang juga meningkat. Wanita mengirimkan proposi lebih besar dari gaji mereka dan. secara ata-rata lebih dari 60 % gaji yang diterima TKI yang bekerja pada sektor domestik di Singapure, Malaysia dan Hongkong di kirim ke Indonesia (Rahman, 2006).

Jumlahnya tidak dapat diabaikan, pada tahun 2005 saja melebihi USD 1,8 dollar dengan pertumbuhan sekitar sepuluh persen sejak tahun 2002. Hal ini patut di syukuri dan dapat menjadi tambahan pendanaan bagi perekonomian di Indonesia kalau saja peruasahaan Indonesia tidak menghabiskan USD 1,2 juta dollar untuk menggaji para expatriat di Indonesia walaupun jumlah mereka kurang dari 10 % dari TKI yang membanting tulang di luar negeri.

Artinya tiap expatriat di Indonesia mendapat jadi hampir 7 kali lebih tinggi. Kondisi ini tidak sepatutnya di biarkan berlanjut. Kualitas tenaga kerja yang kita kirim ke luar negeri perlu di perbaiki. Kenapa dokter Indonesia tidak mengisi rumah sakit di Eropa seperti dokter dari India dan Pakistan di Inggris.

Salah satu cara adalah untuk mendorong pelajar Indonesia di luar negeri dan akrab dengan kultur lokal untuk mencari kerja di luar negeri sehingga dengan pendidikan yang lebih tinggi maka akan lebih banyak ilmu, jaringan dan sumberdaya ekonomi yang dapat diraih untuk bangsa.

Jepang memulai kebangkitannya pada restorasi Meiji di akhir abad 19 dengan mengirimkah lebih dari 3000 pelajar ke Inggris, Amerika, Prancis dan Jerman untuk belajar hukum, ekonomi, fisika, kimia, dan kedokteran yang kemudian mendisktribusikan ilmu ke pada rekan sebangsanya setelah kembali ke tanah air mereka

Puluhan ribu mahasiswa dari India memenuhi bangku universitas di Amerika serikat pada dekade 90-an dan setelah selesai studi kebanyakan bekerja di Amerika teruama sektor teknologi informasi. Setelah mengisi posisi-posisi senior di Silicon Valley sebagian dari mereka kembali ke India dan mendirikan perusahaan dengan jaringan dan pengetahuannya dan saat ini menjadi lokomotif dari ekonomi India.

Bagaimana dengan pelajar Indonesia. Pada tahun 20006 jumlah pelajar Indonesia di Amerika tercatat 7575 orang alias 2 % dari total mahasiswa, jauh dibawah Cina dan India yang terhitung 10 % dan Jepang serta Korea yang sekitar 8 %. Di Australia tercatat lebih dari 14 ribu mahasiswa Indonesia, masih di bawah Malaysia, Hongkong, Taiwan dan Jepang. Adapun di Eropa konsentrasi pelajar Indonesia terdapat di Inggris dan Belanda dengan sisanya tersebar di berbagai negara.

Pertarungan masa depan adalah pertarungan ide dan sumber daya manusia. Apakah Indonesia akan tertinggal sekali lagi? Pahlawan devisa dan pahlawan tanda jasa dapat muncul di satu sosok bila semakin banyak tenaga kerja indonesia di luar negeri adalah sosok terdidik yang dapat membagikan ilmu tepat guna selain mengirimkah sumberdaya ekonomi bagi bangsa Indonesia


Penulis pertama adalah sekjen Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Italia dan kandidat doktor ekonomi di Universiy of Siena – Italy. Penulis kedua adalah alumnus master ekonomi Rijk Universiteit Groningen –Belanda dan mantan ketua PPI Groningehn

Original link (berlangganan)