Thursday, January 12, 2012

Ekonomi Indonesia 2012 dan Samba Consensus




Harian Seputar Indonesia (original link)
Kamis, 12 January 2012

Sebuah negara berkembang dengan jumlah penduduk besar dan sumber daya alam yang kaya (minyak, besi, dan sebagainya) dan tanah yang subur masih memiliki proporsi penduduk miskin yang tinggi dan birokrasi yang berbelit serta kesenjangan antardaerah.


Namun, berkembangnya sektor petrokimia, komputer, industri berat, dan pesawat dipadu dengan sistem jaminan sosial yang kuat telah mengurangi jumlah penduduk miskin secara drastis. Tingkat kesenjangan terendah dalam 30 tahun terakhir dan 20 juta rakyatnya keluar dari garis kemiskinan dalam dekade ini. Negara tersebut telah mencapai investment grade (BBB-) dan baru saja menembus pertumbuhan ekonomi 7,5% sehingga total GDP telah melebihi Inggris dan menjadi ranking enam ekonomi terbesar di dunia.

Tingkat utang bersih (net external debt) negatif alias bukannya meminjam justru menjadi negara yang memberikan pinjaman. Investor asing dengan tekun meletakkan pabrik di negara tersebut untuk menjangkau pasar regional dan negara tetangga. Terdapat 36 perusahaan dari negara tersebut di Fortune 2000 dengan 11 di Fortune 500. Perusahaan minyak nasional yang menghasilkan lebih dari 2 juta barel per hari dan mengelola ladang minyak di puluhan negara meraih ranking 4 Fortune 500. Negara tersebut dihormati di arena diplomasi internasional dan menjadi anggota berbagai lembaga,termasuk G-20.

Prestasi olahraga yang menjulang menjadi modal untuk dipercaya sebagai tuan rumah Piala Dunia dan Olimpiade pada dekade mendatang. Indonesia pada 2030? Salah! Negara yang digambarkan adalah Brasil pada 2011. Indonesia dan Brasil memiliki banyak kesamaan dari segi potensi dan permasalahan. Kita perlu belajar banyak dari Brasil dalam memanfaatkan potensi dan mengatasi masalah.

Pada dekade 70-an Indonesia disebut satu grup dengan Newly Industrialized Country (NIC) dan macan ekonomi Asia seperti Taiwan,Korea Selatan, dan Singapura. Saat ini kita hampir disusul oleh Vietnam. Langkah pertama adalah industrialisasi. Sekitar 55 % dari perusahaan Brasil di Fortune 500 adalah industri berbasis pertambangan.Brasil tidak berpuas hati dengan menjual sebanyak- banyaknya hak menambang kekayaan alamnya yang pada perusahaan asing dan duduk manis menikmati dividen.

Sebaliknya, Brasil menggabungkan kedekatan dengan lokasi tambang, efisiensi produksi, dan tenaga kerja yang kompetitif untuk membangun perusahaan kelas dunia seperti Vale di pertambangan (ranking ke-20 di Fortune 500),CSN pada sektor semen dan besi (ranking ke-342),danGeraupadaindustri besi baja (ranking ke-398). Brasil juga berani membangun industri high tech sehingga etanol, komputer, petrokimia, dan pesawat menjadi produk ekspor dan penghasil devisa yang kompetitif. Investasi jangka panjang,fisik dan sumber daya manusia, tidaklah kecil, tapi sudah menunjukkan hasilnya.

Kedua, dukungan sektor perbankan. Bank di Brasil berperan sebagai motor perkembangan lokal. Untuk mengurangi spekulasi maka tingkat kecukupan kapital (capital adequacy ratio) bank di Brasil 37% lebih tinggi dari standar minimal internasional. Ketiga, membangun sistem jaminan sosial. Presiden Lula da Silva yang baru saja meletakkan jabatan setelah memegang mandat selama dua periode. Selamamasa kekuasaannya Lula yang berasal dari partai buruhdanorang tuanya pekerja pabrik secara konsisten melakukan kebijakan pengentasan kemiskinan.

Sistem jaminan sosial di Brasil adalah gabungan antara ikan dan pancing. Untuk ikannya terdapat Bolsa Familia (Dana Keluarga) di mana dilakukan transfer dana sekitar Rp1 juta per bulan langsung ke 12 juta penduduk miskin Brasil. Program ini terbesar di dunia dalam kategorinya. Penerima Bolsa Familia harus memastikan bahwa anak merekamasuksekolahdanmendapat perawatan kesehatan teratur sehingga anak keluarga miskin tetap sehat dan mendapat pendidikan sehingga generasi mendatang lebih kompetitif.

Dengan dana 0.4% dari PDB, program ini menjangkau 25% penduduk.Karena efektivitasnya dalam mengentaskan kemiskinan, Bolsa Familia ditiru banyak negara di dunia. Pancingnya adalah program pinjaman mikro bernama CrediAmigo (Pinjaman Teman) yang dilakukan melalui Banco do Nordeste, bank pembangunan milik pemerintah di daerah timur laut di mana terjadi konsentrasi tertinggi kemiskinan di Brasil.

Selama pemerintahan Lula sebagai presiden sejak 2003 hingga 2011, penerima kredit mikro naik dari 200.000 hingga melebihi 800,000 klien dan total portofolio USD463 juta dan kredit macet hanya 1,1%. Atas keberhasilannya, program ini dianugerahi Award for Excellence in Microfinance oleh Inter- American Development Bank (IDB) pada 2011. Namun,tak ada gading yang tak retak.Perekonomian Brasil juga memiliki permasalahan yang belum terjawab secara memuaskan.

Sebagian besar hutan Amazon berada di dalam batas negaranya.Ekspansi ekonomi membutuhkan lahan dan sedikit demi sedikit terjadi konversi lahan hutan ke pertanian dan industri.Pembangunan jalan menembus hutan Amazon memicu protes masyarakat. Dilema menyeimbangkan antara lingkungan dan pertumbuhan ekonomi juga dihadapi Indonesia dan perlu dikaji secara seksama. Volatilitas harga komoditas (kedelai, kopi, besi, dan minyak) juga dialami Brasil sebagai produsen besar.

Karena tidak semua dijual dalam bentuk bijih (besi diolah lempengan, mobil, dan pesawat), dampaknya dapat diminimalisasi. Kuatnya sektor perbankan (tiga perusahaan di Fortune 101) menopang pertumbuhan Brasil di sektor jasa. Washington Consensus yang berbasis pada privatisasi dan liberalisasi serta sektor swasta memiliki banyak dampak negatif bila diterapkan di Indonesia dengan tenaga kerja mayoritas masih berpendidikan rendah dan low-skill.

Beijing Consensus yang berporos pada sistem otoritarian dan peran negara yang sangat dominan untuk habis-habisan mendorong ekspor juga tidak dapat dilaksanakan di Indonesia. Pada 2012 mari perbaiki ekonomi Indonesia gaya samba ala Brasil! 

BERLY MARTAWARDAYA
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI)