Thursday, November 10, 2011

Penutupan Ekspor Rotan


Harian Kontan tanggal 11 November 2011
Halaman 23 (tidak tersedia online)

Berly Martawardaya

Ekonom INDEF dan Dosen FEUI

Hingar bingar re-shuffle telah berlalu dengan menghasilkan susunan mentri serta wakil menteri, sebagian nama baru dan beberapa bergeser dari posisi setara menteri. Banyak harapan publik pada beberapa sosok baru dalam kabinet untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan rakyat.

Salah satu anggota kabinet yang mendapat sorotan intens adalah Gita Wirjawan yang pindah dari Badan Koordinasi Penenaman Modal (BKPM) ke Kementrian Perdagangan. Salah satu kebijakan pertama Mendag Gita adalah melakukan revisi terhadap Permendag No 36/2009 dan menyetop ekspor rotan selama beberapa tahun ke depan,

Kebijakan menutup ekspor bahan mentah pernah di lakukan pada dekade 80-an ketika target Repelita III adalah pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku serta bahan baku menjadi barang jadi untuk di ekpor. Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pada masa itu adalah melarang ekspor kayu gelondongan demi mendorong industri dan ekspor kayu lapis.

APBN dan Nota Keuangan tahun 1983 menyatakan bahwa dampaknya kebijakan tersebut adalah makin berkembangnya industri kayu olahan di Indonesia. Banyak pabrik kayu lapis di beberapa negara dengan bahan baku dari Indonesia tutup, sehingga mengurangi persaingan bagi pemasaran kayu lapis dari Indonesia. Pada jangka pendek memang ada penurunan pendapatan dari hilangnya ekspor kayu gelondongan tapi dalam beberapa tahun pendapatan dari ekspor kayu lapis lebih dari menutupinya.

Kebijakan Komprehensif

Kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah dan peningkatan industri manufaktur didukung oleh kajian Raúl Prebisch and Hans Singer yang banyak menjadi rujukan kebijakan perdagangan. Prebisch-Singer thesis (1950) menyatakan bahwa nilai ekspor bahan mentah cenderung stabil atau menurun sementara nilai ekspor barang manufaktur cenderung meningkat.

Korea Selatan, Hong Kong, Singapura dan Taiwan kerap dikelompokan sebagai Newly Industrialized Country (NIC) karena sejak dekade 70-an dengan tekun melakukan transformasi menuju industri manufaktur dan menaiki tangga value added chain secara bertahap dari tekstil, ke elektronika sampai high-tech

Rotan adalah hasil hutan non-kayu yang paling penting di pasar global. Proses memanen rotan tidak merusak hutan seperti penebangan pohon dan tidak memerlukan peralatan yang kompleks. Rotan juga tumbuh lebih cepat, mudah ditransportasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena sifatnya yang ringan, kuat dan dapat di bentuk. Ilmuwan Itali pada tahun 2010 bahkan menggunakan rotan untuk memproduksi tulang buatan.

Data dari UN-COMTRADE menunjukkan bahwa 68.9 % dari total rotan yang diperdagangkan di dunia pada tahun 2010 berasal dari Indonesia. Adapun angka resmi penjualan rotan seringkali lebih rendah dari data sebenarnya karena penyelundupan.

Studi yang dilakukan World Wildlife Fund (2011) menemukan bahwa 60 % dari rotan yang diperdagangkan dibeli oleh China untuk kemudian di olah menjadi mebel dan furniture untuk di jual lagi ke Eropa dan Amerika Utara. Vietnam yang merupakan eksportir mebel rotan terbesar ketiga dunia juga mengimpor rotan dari Indonesia sebagai bahan baku. Kebijakan membuka ekspor rotan tentu menguntungkan China dan Vietnam.

Gunawan (2002) melalui disertasinya di IPB melakukan simulasi apabila ditutup keran impor rotan mentah maka akan meningkatkan supply domestik dan menurunkan harga. Bila dibiarkan, kondisi ini akan merugikan pelaku usaha khususnya rantai produksi yang sangat panjang dari petani/pengumpul rotan ke industri mebel.

Sekedar menutup keran ekspor rotan mentah tidak serta merta meningkatkan volume dan nilai ekspor mebel rotan. Diperlukan kebijakan yang komprehensif dan sistematis dengan tahapan yang rapi. Berikut ini lima langkah kebijakan untuk perkuat ekspor mebel rotan.

Pertama, walau rotan adalah produk yang tidak cepat rusak dan kebanyakan produksi rotan di Indonesia berasal dari ekstraksi di hutan oleh pengumpul yang umumnya part-timer, tetap dibutuhkan periode transisi 3-6 bulan sebelum larangan ekspor mentah dan setengah jadi diberlakukan sehingga para pelaku usaha khususnya kelompok ekonomi lemah mempunyai waktu untuk menyesuaikan diri dan industri rotan dapat menyiapkan ekspansi secara matang.

Kedua, pemerintah perlu meningkatkan asistensi pada pelaku usaha rotan khususnya pengusaha mebel berbahan rotan sehingga memiliki administrasi yang baik, terbuka akses permodalan ke perbankan dan jaringan pemasaran ke luar negeri sehingga tidak kalah dari China, Vietnam dan Filipina yang merupakan pesaing utama. Pengembangan sentra industri rotan dan mebel berbahan rotan perlu dilakukan di Kalimantan dan Sulawesi sebagai daerah penghasil rotan mentah.

Ketiga, perbaikan segi design sehingga modern dan menarik serta dapat dijual dengan harga tinggi ke konsumen menengah atas di luar negeri. Indonesia perlu membangun brand recognition secara sadar dan tidak hanya menjadi tukang jahit dari merek asing. Ingat mebel rotan, ingat Indonesia. Perdagangan global rotan alami penurunan beberapa tahun terakhir, diantaranya karena dikembangkannya rotan imitasi, sehingga dibutuhkan tambahan value added dan kualitas mebel rotan, bukan sekedar kuantitas

Keempat, dari 350 spesies rotan yang sudah di identifikasi di Indonesia baru 52 yang digunakan secara komersial. Kajian mendalam ke berbagai spesies rotan perlu dikembangkan menuju dikembangkannya spesies unggul yang cepat tumbuh dan mudah di budidayakan sehingga menjamin standarisasi kualitas dan ketersediaan supply.

Kelima, mengembangkan industri pengolahan resin rotan yang menjadi bahan baku kosmetik dan obat. Selain mendatangkan devisa, kebijakan ini juga akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mengurangi pengangguran.

Seperti pelarangan ekspor kayu glondong di Pelita III, pelarangan ekspor rotan mentah dan setengah jadi membutuhkan perencanaan yang matang, implementasi yang cermat dan evaluasi mendetil sehingga menjadi momentum bangkitnya industri mebel di Indonesia. Jangan sampai kesempatan emas ini hilang dan berlalu begitu saja. Seperti kata pepatah: ada rotan, ekspor mebel pun jadi

No comments: