Wednesday, December 23, 2009

Mencari Playmaker Sampai ke China


Berly Martawardaya
Dosen FEUI dan Ekonom Senior Indef

Rabu, 23 Desember 2009
Harian Sindo (original link - subcription)


Ibarat menanti sebuah pertandingan sepak bola akbar, setiap tim sewajarnya sudah mempersiapkan langkah dan strategi serta susunan pemain.Latihan berat demi menguatkan stamina serta mengasah teknik adalah suatu keharusan.


Rekam jejak dan gaya permainan calon lawan di lapangan hijau dianalisis untuk menyiapkan langkah. Para kampiun sepak bola kerap berujar, menghadapi lawan yang sangat tangguh selalu ada hikmahnya. Walaupun akhirnya kalah, proses latihan dan persiapan ketat yang ditempuh akan menempa kapasitas tim. Sebelum operan pertama terjadi maka manfaat sudah diraih.Gol sekadar bonus. Bagaimana jika beberapa hari menjelang pertandingan menghadapi tim unggulan ada beberapa pemain yang minim persiapan dan meminta pengunduran waktu dengan alasan tidak siap, padahal pertandingan sudah disetujui jauh-jauh hari?

Apakah memang dari awal seharusnya pilih lawan yang lebih setara? Atau semestinya lebih baik persiapan dan latihannya? Perjanjian perdagangan bebas antara 10 negara ASEAN dan China tidak jauh berbeda dari kisah di atas. Bahkan Ketua Komisi VI (Bidang Industri Dan Perdagangan) DPR, Airlangga Hartarto (FPG), sudah mengirimkan surat permintaan penundaan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menyampaikan notice kepada pihak China dan anggota ASEAN sebelum 1 Januari 2010. FTA yang akan masuk ke tahap utama pada 1 Januari 2001 bukan sekonyong-konyong jatuh dari langit tanpa peringatan apa pun.

Pada pertemuan kelima ASEANChina Summit,6 November 2001,di Brunei Darussalam,kesepuluh anggota ASEAN dan China menyepakati pembentukan ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) dalam 10 tahun dengan perlakuan spesial untuk anggota ASEAN yang masih pada tahap awal pembangunan yaitu Kamboja,Laos,Myanmar, dan Vietnam. Framework Agreement on a Comprehensive Economic Cooperation ditandatangani oleh sebelas negara tersebut di ASEAN-China Summit ketujuh di Phnom Penh,Kamboja, 4 November 2002.Adapun kesepakatan spesifik tentang protokol kerja sama perdagangan dan investasi ditandatangani pada 6 Oktober 2003.

Xiahohong Yu (2005) menganalisis kelemahan ASEAN yang walau berpenduduk besar–bahkan lebih luas areanya dari 10 anggota inti Uni Eropa–tapi gabungan GDP ASEAN hanya sepersepuluh EU-10. Kecuali Indonesia, setiap negara memiliki pasar domestik yang relatif kecil dan sebagian besar ekspor diarahkan ke luar ASEAN. Para anggota ASEAN kebanyakan berspesialisasi di pertanian, pertambangan, dan industri ringan,sehingga tidak melengkapi tapi saling berkompetisi.ASEAN tidak memiliki anggota inti yang mendukung penuh integrasi seperti EU-10 dengan Jerman dan Prancis. Kesenjangan di antara anggota ASEAN juga menjadi masalah tersendiri.

***
Melalui kongsi dengan China, negara yang paling banyak penduduknya di dunia, maka ASEAN akan mendapatkan pasar yang sangat besar bagi produk negaranya. ACFTA memiliki 1,7 miliar penduduk dengan total PDB sebesar USD2 triliun dan total perdagangan USD1,23 triliun. China pada saat ini memiliki industri menengah yang cukup kuat, sehingga membutuhkan bahan baku serta energi dari negara ASEAN dan membuat perdagangan lebih komplementer.

Tingkat ekspor China yang sangat pesat perkembangannya akan mendorong pertumbuhan negara ASEAN, sehingga mengurangi ketergantungan pada negara-negara Barat. Bagaimana dengan dampaknya? Studi oleh Sekretariat ASEAN,menggunakan global trade analysis project (GTAP), memproyeksikan ekspor ASEAN ke China akan meningkat USD14 miliar dolar atau 48%. Penerima mendapat manfaat terbesar adalah anggota ASEAN yang relatif maju, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, serta Thailand. Sebaliknya ekspor China ke ASEAN akan meningkat USD6,8 miliar atau 2,4%. Sektor yang meningkat pesat di ASEAN adalah tekstil, elektronik, mesin dan manufaktur lain dengan Indonesia mendapati kenaikan sebesar USD1,3 miliar.

Namun studi baru oleh Donghyun Park,Innwon Park,dan Gemma Esther B Estrada (2008) dari Asian Development Bank (ADB), dengan teknik computable general equilibrium (CGE), mendapati bahwa industri makanan Indonesia akan meningkat 5% dan produk pertanian 2,8%. Sayangnya industri berat akan mengalami penurunan sebesar 2,7%. Pengalaman Thailand layak dicermati karena mereka lebih dulu membuat perjanjian perdagangan bilateral dengan China. Mereka alami 117% kenaikan impor apel serta 346% untuk pir dan 4.300% untuk anggur.

Namun ekspor Thailand ke China naik 986% untuk fresh longan,21.850% untuk ekspor durian, dan 150% untuk ekspor mangga. Produk yang kompetitif akan meningkat, yang lemah akan diserbu. Apa yang dapat dilakukan untuk mengambil manfaat semaksimal mungkin dari ACFTA? Tidak sampai dua minggu lagi tarif impor untuk 6.682 produk dari China akan diturunkan drastis— yang membuat produsen Indonesia harus berkompetisi.

Hambatan terbesar mungkin berasal dari dalam Indonesia sendiri dengan prosedur yang panjang serta berbelit untuk melakukan ekspor.Itu berarti hanya pengusaha dengan modal besar atau network yang bagus akan dapat menembus pasar luar negeri. Kemudahan perizinan bukan lagi menjadi kemewahan, tapi kebutuhan imperatif untuk bertahan di era perdagangan bebas.

***
Sun Tzu mengatakan, kenali lawanmu dan dirimu maka engkau akan memenangkan seratus pertempuran. Studi mengenai bahasa dan budaya China harus digalakkan di Indonesia karena bagaimanapun bisnis adalah hubungan antarmanusia. Indonesia juga perlu secara strategis dan terencana mengirimkan orang untuk belajar di Negeri Tirai Bambu.

Dengan bahasa yang amat kompleks dan tata cara kehidupan yang rumit,kita butuh duta yang mengerti kondisi di China,tapi tetap dalam konteks kepentingan Indonesia.Kelompok orang ini yang sekembalinya ke Indonesia akan menjalin kerja sama dengan China dan membantu pengusaha Indonesia membuka serta mengembangkan usaha di sana. Pada sisi lain, Indonesia juga perlu tegas menerapkan standar mutu dan kualitas terhadap produk China yang masuk ke Indonesia. Beberapa waktu yang lalu pasar Amerika Serikat (AS) geger dengan produk China yang tidak memenuhi standar lingkungan dan tidak aman dengan anak. Jangan korbankan masa depan kita hanya karena tergiur produk yang murah.

Indonesia juga memiliki beberapa produk unggulan.Neraca perdagangan produk pertanian Indonesia dengan ASEAN plus China surplus USD2,2 miliar. Surplus itu dicapai dengan ditopang produk perkebunan seperti kelapa sawit, karet,kopi,dan teh.Keunggulan ini harus dijaga serta ditingkatkan dengan mengetahui tipe serta preferensi konsumen di China. Bagaimanapun, persiapan untuk negosiasi perdagangan selanjutnya harus dilakukan dengan saksama dan berdasarkan kemampuan serta visi strategis bangsa.

Jangan lagi terjadi lupa kolektif yang diikuti oleh panik kolektif seperti saat ini. Indonesia butuh playmakeryang melihat peluang di depan dan menyiapkan serangan secara saksama dan cantik. Bukan penjaga gawang yang hanya bisa bertahan mati-matian ketika lawan sudah dekat.(*)

No comments: