Thursday, July 24, 2014

Gambar Yang Menyelamatkan


                                                        
Investor Daily, Kamis 24 Juli 2014 (original link

Peribahasa menyatakan bahwa sebuat gambar setara seribu kata. Masyarakat kini melihat gambar-gambar seram dampak kesehatan merokok pada kemasan rokok sebagai pelaksanaan PP No. 109/2012 mengenai pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif bagi kesehatan berupa produk tembakau. Gambar tersebut diharapkan dapat menurunkan minat merokok masyarakat dan mencegah generasi muda untuk mulai merokok.

Komunitas kesehatan telah lama memperjuangkan perlunya  pictorial health warning atau gambar peringatan kesehatan (GPK). Dengan tingkat pendidikan penduduk Indonesia yang mayoritas masih SMP kebawah dan tingkat membaca yang rendah, gambar lebih efektif sebagai medium peringatan.

Namun ada zat adiktif lain dengan bahaya yang tidak kalah besarnya yakni minuman beralkohol. Efek negatif minuman beralkohol adalah melemahnya konsentrasi pada jangka pendek dan menyerang liver serta daya tahan tubuh pada jangka panjang. Peminum yang sedang teller dan mengendarai kendaraan seringkali berujung pada kecelakaan dan kematian. Konsumen rutin alkohol juga lebih mudah “naik kelas” ke penyalahgunaan obat dan narkotika.  

Setiap tahunnya ribuan orang meninggal akibat penyakit yang disebabkan mengkonsumsi minuman beralkohol. Ribuan orang lain melakukan tindak kriminal, terkena dampak kriminal karena konsumsi alkohol, dan statistik menyatakan 3 kecelakaan bermotor terjadi setiap hari di Indonesia akibat pengendara mabuk. Masyarakat kita telah sakit karena minuman beralkohol dan banyak juga mereka yang tidak mengkonsumsi alkohol menjadi korban tidak bersalah karena berada dalam jarak dekat dengan si pengkonsumsi alkohol.

Saat ini minuman beralkohol di Indonesia dibagi dalam tiga golongan. Minuman beralkohol golongan A yang mengandung etil alkohol atau etanol (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5%, golongan B yang mengandung C2H5OH dengan kadar 5%-20%, dan  golongan C yang mengandung C2H5OH dengan kadar 20%-55%. Selain itu penggolongan ini juga membedakan harga produk alkohol, dimana alkohol yang termasuk golongan A harganya paling murah dan golongan C memiliki kisaran harga paling tinggi.

Sayangnya, perbedaan harga yang cukup signifikan belum mampu menjadi penghalang bagi masyarakat untuk mengonsumsi alkohol golongan C. Banyak yang cenderung tidak mempermasalahkan membeli minuman beralkohol dengan harga tinggi apalagi bagi masyarakat dengan pendapatan ekonomi menengah ke atas di Indonesia.

Bagi sekelompok masyarakat, alkohol sudah menjadi bagian dari gaya hidup. Tujuan mereka untuk membeli alkohol golongan C bukanlah sekadar untuk kadar alkohol tingginya, namun untuk membangun citra diri. Dilain pihak, individu ingin merasakan mabuk akibat dari alkohol, sering kali membeli beragam jenis alkohol golongan A yang terjangkau harganya.

Beberapa negara telah mulai mewacanakan regulasi yang mengharuskan setiap produk minuman alkohol memasang GPK. Thailand sebagai contoh saat ini sedang memperjuangkan hal tersebut, walaupun dihadang keras oleh produsen dan importir minuman alkohol. Dilihat dari keengganan produsen dan importer minuman alkohol untuk menerima regulasi yang ketat pada produknya, menunjukkan bahwasanya regulasi ini memanglah memiliki potensi besar untuk mengurangi minat belanja konsumen minuman beralkohol.

Pemerintah Indonesia perlu mewajibkan para pengimpor, produsen dan distributor untuk memasang gambar yang ilustrasikan dampak minuman alkohol bagi kesehatan. Pemerintah adalah benteng dalam melindungi masyarakat dari upaya agresif industri alkohol dalam menjaring konsumen di tanah air, khususnya generasi muda.

Kementerian Perdagangan menyatakan bahwa mereka sedang  mempersiapkan draf peraturan untuk memperingatkan masyarakat tentang pengaruh kesehatan minuman beralkohol. Dua alternatif adalah  dalam bentuk  plain packaging (kemasan polos) atau pencantuman gambar peringatan kesehatan pada kemasan minuman beralkohol.

Langkah pemerintah untuk menerapkan plain packaging atau GPK ini merupakan bentuk dari pengetatan peraturan terdahulu yakni  Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 20/MDAGPER/4/2014 tentang pengendalian dan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran, dan penjualan minuman beralkohol.


Saat ini instrumen regulasi tertinggi miras adalah Perpres No.74/2013 yang lebih menitikberakan pada pengawasan mata rantai distribusi alkohol. Namun demikian, segala macam peraturan tidak akan berguna tanpa adanya political will dan political courage untuk menekan pedagang dan pemasok miras dalam penegakan hukum. Komitmen pemerintah dalam melindungi masyarakat baiknya tidak terbatas pada segmen industry tertentu saja.

Perbuatan, baik positif ataupun negatif, yang rutin dilakukan akan menjadi kebiasaan. Apabila pemerintah tidak mampu mengatasi masalah konsumsi minuman beralkohol di Indonesia, kita diperhadapkan dengan bahaya tumbuhnya generasi pemabuk yang cenderung pada kriminalitas. Jangan sampai bonus demografi yang mencapai puncaknya pada 2025-2035 justru berubah menjadi bencana demografi.

Presiden dan wakil rakyat yang baru terpilih memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kebijakan publik berpihak pada masa depan bangsa demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat, produktif, dan unggul. Bukan pada segelintir produsen alkohol dengan berbagai aksi lobby-nya ke pejabat publik dan wakil rakyat.


Bila diterapkan, gambar peringatan  di kemasan alkohol dapat menyelamatkan ribuan nyawa. Jangan ditunda-tunda

Penulis adalah Dosen di Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik (MPKP)- FEUI




No comments: