Monday, April 5, 2010

NU & Brothers Group di 2025


Diterbitkan dalam buku "NU dan Keindonesiaan kita" yang dicetak menyongsong Muktamar NU di Makasar 2010


Berly Martawardaya

Akhirnya saya mendapatkan waktu untuk bertemu Ahmad Sulaiman, pengusaha besar pemimpin NU & Brothers Group. Walaupun saya wartawan dari majalah dengan tiras nomor satu di Indonesia, tetap tidak mudah mendapatkan waktu appointment karena kesibukan beliau yang amat tinggi akhir-akhir ini.

Sekarang saya sudah di lantai 80 dari gedung NU Plaza di kawasan usaha SCBD Jakarta yang didirikan memperingati 80 tahun berdirinya Nadhlatul Ulama. Pemandangan dari gedung tertinggi di Jakarta ini sangat fenomenal dan indah. Pada buku biografinya Ahmad Sulaiman pernah menyatakan bahwa design gedung itu menempatkan mushala di tiap lantai sedemikian rupa sehingga diterangi cahaya ufuk senja ketika melaksanakan shalat magrib.

Sekretaris sang Presiden Direktur mempersilahkan saya untuk menunggu karena beliau masih ada tamu Senior Vice President dari General Electric, salah satu perusahaan terbesar dunia, yang ingin menjalin kerjasama menembus pasar negara Afrika. Sambil menunggu saya memperhatikan suasana ruang tunggu yang dihiasi kaligrafi serta lukisan abstrak modern dari para seniman ternama Indonesia dan dunia.

Akhirnya giliran saya tiba. Ahmad Sulaiman keluar dari ruangannya untuk mengantarkan tamunya ke pintu dan mengajak saya masuk ke ruanganya. Jabatan tangannya hangat dan tegas. Ruangannya dipenuhi foto dirinya bersama tokoh pengusaha, politik dan agama dunia.

Saya memulai wawancara dengan bertanya bagaimana NU yang dahulu masih lebih dikenal sebagai organisasi social keagamaan dapat membangun kerajaan bisnis yang demikian megah dan sukses.

Ahmad Sulaiman terpaku sejenak dan menugas bahwa semangat NU sejak awal sebenarnya menyeimbangkan tiga pilar keilmuan dan sosial budaya; wawasan kebangsaan serta ekonomi kerakyatan. Jangan lupakan bahwa berdirinya NU didahului dengan Nahdlatul Tujjar (1918) yang menghimpun para pengusaha muslim, baru disusul dengan munculnya Taswirul Afkar (1922) yang mengembangkan pendidikan dan pemikiran keislaman., dan belakangan Nahdlatul Wathon (1924) sebagai gerakan politik nasionalisme dan anti penjajah.

Pendirian NU pada 31 Januari 1926 oleh KH Hasyim Asy'ari juga dihadiri para usahawan di Jawa Timur selain para tokoh ulama tradisional. Bahkan dalam Staoeten Perkoempoelan NU dinyatakan bahwa organisasi ini “berikhtiar memperbanyak madrasah (sekolah)…begitoe djoega dengan ichwalnja anak-anak jatim dan orang fakir miskin serta mendirikan badan-badan untoek memadjukan oeroesan pertanian dan perniagaan yang tiada dilarang oleh sjari’ah agama Islam”.

Beliau melanjutkan bahwa pemerintah Belanda dengan segala daya upaya menghambat usaha-usaha ekonomi di awal berdirinya NU. Menjelang kemerdekaan dinamika politik memakan banyak energi pimpinan NU dan baru sejak 1984 di Muktamar Situbondo ketika secara tegas menyatakan keluar dari politik maka NU mulai mengalirkan ghirahnya secara lebih fokus ke masalah social budaya. Namun didirikannya Partai Kebangkitan Bangsa menyongsong pemilu 1999 sekali lagi menyeret NU ke ranah politik. Terpecahnya PKB tahun 2009 menjadi blessing in disguise karena Muktamar Makasar 2010 mengusung fokus organisasi ke ekonomi rakyat.

Saya bertanya lagi,’ Tapi Pak Ahmad, istilah ekonomi rakyat sudah sering disebut pada Muktamar sebelumnya, apa yang membedakan Muktamar Makasar sehingga dampaknya permanen dan demikian besar?”

Ahmad Sulaiman yang anak Kiai Besar di Jawa Timur menjelaskan bahwa sebenarnya pada masa dia dibesarkan sudah ada tendensi para ulama untuk menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi umum setelah lulus pesanteren sampai setaraf SLTA. Kakaknya lulusan institut teknik ternama di Indonesia dan beliau sendiri dari fakultas ekonomi yang sudah panjang reputasinya dalam mencetak manager handal Indonesia.

Keduanya sempet bekerja di perusahaan multinasional terkemuka sebelum membentuk NU & Brothers Group.Jadi ketika Muktamar Makasar menetapkan fokus ke ekonomi maka sudah ada supply sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan dan professional tapi tetap memiliki komitmen ke-NU-an.

Namun di Muktamar Makasar transisi menjadi organisasi modern dipercepat. Kepemimpinan baru mendata keanggonaan NU yang saat itu di diproyeksikan mencapai 30 juta orang. Diberlakukannya nomor induk dan anggota dan juga memudahkan pemungutan iuran. Walau pada tahun pertama hanya 10 % yang rajin membayar iuran sebesar lima ribu rupiah sebulan namun bila ditotal menjadi 15 milyar rupiah perbulan yang dibagi pada level cabang, wilayah, daerah dan pengurus besar.

Hasil iuran tersebut menjadi modal untuk mengembangkan NU -Mart yaitu jaringan toko kelontong dan kebutuhan sehari-hari di kantong-kantong NU. Dengan memegang jalur distribusi maka warga NU, dengan menunjukkan kartu anggota, bisa meningkatkan posisi tawar ekonomi dan mendapat harga lebih rendah untuk kebutuhannya.

Direksi NU – Mart yang sebagian berasal dari perusahan retail terkemuka Indonesia melakukan riset pasar sehingga diketahui produk apa saja yang laku terjual dan mulai memproduksinya dengan bekerja sama dengan pesantren-pesantren. Teknologi pembuatan sabun, shampoo dan mie instan serta makanan ringan lainnya yang dimiliki sudah cukup baik namun dengan didukung packaging, marketing dan quality control yang kuat berhasil menembus pasar di kota-kota besar.

Ahmad Sulaiman yang waktu itu memimpin BMT ukuran menengah di Jawa Timur setelah puas berkarir di Citibank, berhasil meyakinkan pimpinan NU untuk mendukung transformasi menjadi bank syariah yang menjadi sarana transaksi organisasi NU, pesantren NU dan NU Mart serta khalayak NU yang jumlahnya amat besar. Perkembangan yang pesat juga didukung oleh recruitment dari para banker berpengalaman dan kehati-hatian dalam memberikan kredit. Walaupun pengurus PBNU tetap harus memberikan feasibility study yang shahih dan bertanggungjawab bila terjadi kredit macet. NU card menjadi kartu kredit dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia.

Industri ringan dan elektronik mulai dibangun dengan pemberian kredit secara strategis ala Zaibatsu dan keiretsu di Jepang. Pesantren-pesantren menjadi produksi komponen mesin ringan dan sepeda motor untuk dirakit di pabrik besar di Sidoarjo.

Hafizh Sulaiman, sang kakak, mendalami pertambangan dan perminyakan dan setelah menjadi Vice President di Shell Oil Indonesia membangun NU Mining and Energy yang berlanjut pada pabrik besi dan petrochemical. NU & Brothers melesat masuk ke top 20 konglomerat di Indonesia pada tahun 2020.

Saya bertanya lagi,”Apa rencana masa depan NU & Brothers Groups setelah merajai kancah bisnis Indonesia dan di tahun 2025 dinyatakan sebagai group usaha terbesar di Indonesia oleh majalah Forbes?”

Ahmad Sulaiman menjabarkan rencananya untuk membangun pabrik mobil di Cina dan industri komputer di India selain penetrasi media dan entertainment ke Timur Tengah. Generasi Muda NU yang telah di sekolahkan di luar negeri lalu ditempatkan di perusahan-perusahan di manca negara sejak 2015 akan mulai di tarik untuk mengembangkan perusahaan dalam NU & Brothers Group sehingga group ini benar-benar kokoh di berbagai lini. Bahkan training centre yang dibangun 2015 di Situbondo telah berkembang menjadi NU University, kampus swasta terbaik di Indonesia yang dipimpin kader NU dengan PhD dari Oxford University dengan kerjasama dan double degree dengan universitas ternama di Barat dan Timur Tengah.

Saya terdiam sambil menggeleng, luar biasa sekali gabungan ghirah NU yang digabungkan dengan profesionalitas serta inovasi. Beda sekali dengan dua puluh lima tahun yang silam. Saya tidak kuat menahan pertanyaan berikut meluncur dari mulut, “Tapi bagaimana dengan politik?”

Ahmad Sulaiman tertawa mendengar pertanyaan lirih saya. Begini Mas. Rasulullah adalah pengusaha sukses yang lalu mendakwahkan agama lalu menjadi pimpinan politik. Setelah Muktamar Makasar, NU sadar untuk menjalankan tahap dari awal dan bukan dibalik menjadi politik dahulu. Sekarang semua pimpinan partai politik mendekati NU untuk didukung calonnya serta mendapat sokongan dana. Tentunya akan kita pilih yang sosok serta programnya sesuai dengan arahan NU.

Rasulullah terlah berpesan untuk menghindari Islam umat yang banyak tapi lemah bagai buih di laut. Sudah terlalu lama NU menjadi buih di percaturan ekonomi Indonesia dan generasi NU masa sekarang tidak akan membiarkan itu terjadi lagi.

Maaf saya harus pergi sekarang karena hari ini malam jumat dan waktunya tahlilan dengan keluarga dan teman-teman di pesantren dulu.

Demikian Ahmad Sulaiman meninggalkan ruangan menuju helikopternya di teras gedung dan berangkat meninggalkan saya yang masih termenung dan bersyukur atas bangkitnya NU sebagai potensi ekonomi bangsa. Tidak apa apa terlambat asalkan bergerak cepat.

Allahumma bis’shawab.


Penulis adalah dosen FEUI, ekonom Senior INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) dan Kepala Desk Ekonomi NU Profesional Circle.

No comments: