Friday, March 18, 2011

Tsunami Ekonomi?

Sindo, 18 Maret 2011 (original link, berlangganan)
PDF Print
Berly Martawardaya
Dosen FEUi dan Ekonom Senior Indef

Gempa 8.9 Skala Richter (SR), terbesar kelima sejak instrumen pengukuran dikembangkan, mengguncang Jepang beberapa hari lalu,400 kilometer di timur laut Tokyo.

Mobil, kapal, dan bangunan bergelimpangan bagai mainan anak kecil. Dahsyatnya gempa yang terjadi menyebabkan Pulau Honshu berpindah 2,4 meter dan sumbu bumi bergeser 10 sentimeter. Sampai saat ini lebih dari sepuluhribuorangyangdinyatakan meninggal atau hilang dan lebih dari tiga ratus lima puluh ribu orang berada dalam penampungan pengungsi.

Berkaca pada gempa 6,8 SR di Kobe pada 1995 yang membawa korban 6.400 orang serta menyebabkan kerugian 10 triliun yen atau 2% dari PDB Jepang, bencana kali ini sepertinya tidak lebih parah. Kobe adalah kota industrial yang padat dan menghasilkan 12% dari total output Jepang menurut estimasi Merril Lynch. Restorasi Kota Kobe pascagempa menelan biaya hingga seratus miliar dolar.

Adapun Provinsi Tohoku hanya menghasilkan 7% dari PDB Jepang. Ekonomi domestik Jepang juga mengalami gempa. Pada hari pertama bursa setelah gempa, indeks Nikkei Jepang turun drastis 6% yang bagaimanapun lebihbaikdaridrop7,5% setelah gempa Kobe.Namun,penurunan 10.6% setelahnya menjadikan kombinasi kedua hari tersebut kejatuhan bursa terbesar dalam 24 tahun terakhir sejak 1987 di mana muncul isu radiasi berbahaya di Tokyo.

Bank Sentral Jepang menyuntikkan 15 triliun yen (USD183 miliar) ke pasar uang untuk menenangkan pelaku pasar dan memastikan likuiditas tetap terpasok.Jumlah ini rekor terbesar operasi pasar yang pernah dilakukan BoJ. Gubernur BoJ,Masaaki Shirakawa, meningkatkan kapasitas pembelian aset berupa obligasi pemerintah dan exchange-traded fundshingga 10 triliun yen.

Fragmentasi Produksi dan Permintaan

Robert Fentra (1998) dalam artikel ilmiahnya berjudul “Integration of Trade and Disintegration of Production in The Global Economy” menunjukkan bahwa terjadi paradoks. Ketika batas antarnegara kian menipis dan dunia kian terintegrasi, justru terjadi disintegrasi besar-besaran di produksi barang khususnya sektor manufaktur. Pengembangan dan riset produk masih sebagian besar dilakukan di Eropa Barat dan Amerika Utara,namun produksi dilakukan di berbagai penjuru dunia khususnya Asia, Eropa Timur,dan Meksiko yang upah pekerjanya lebih rendah, namun terjaga kualitasnya.

Perakitan bisa dilakukan di negara ketiga yang berbeda dari tempat produksi dan tujuan penjualan dengan perkantoran (back office) seperti jasa akuntansi dan hukum disediakan kantor di India dan Filipina. Ketika perdagangan dibuka dan biaya transportasi menurun dapat dilakukan spesialisasi di mana pabrik di daerah tertentu memfokuskan pada suatu komoditas atau produk antara. Tidak banyak orang yang pernah mendengar Kota Niihama di Jepang.Namun, kebakaran pada 1993 di kompleks pabrik yang memproduksi 65% output dunia dari epoxy cresol novolac, komponen penting dalam produksi semikonduktor, menyebabkan kepanikan pasar.

Harga beberapa tipe semikonduktor naik hingga dua kali lipat dan menjadi isu internasional dan Presiden Clinton waktu itu menyampaikan permintaan resmi pada Pemerintah Jepang untuk menjaga stabilitas suplai. Jepang saat ini masih menjadi pemain besar sektor manufaktur dan teknologi tinggi,termasuk chipuntuk iPhone dan iPad hingga siapa tahu niche product apa yang terancam suplainya karena bencana ini Potensi gangguan suplai semakin besar karena tergantungnya Jepang pada pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang walau menghasilkan listrik secara efisien, namun memerlukan pengamanan sangat tinggi pada proses produksi dan penanganan limbah.

Hal ini akan mengurangi produksi elektronik, baja, dan berbagai produk manufaktur lain. Mazda dan Honda menutup semua pabrik mobilnya di Jepang sampai 20 Maret,Toyota dan Nissan tidak mengambil langkah sedrastis itu, namun tetap mengurangi produksi. Estimasinya,produksi mobil bulan ini akan turun paling tidak seperempat dari produksi bulanan normal.

Ekonomi Jepang dengan pendapatan per kapita lebih dari USD32 ribu baru saja tersusul oleh China sehingga turun menjadi nomor ketiga terbesar di dunia dengan Amerika Serikat tetap di nomor satu. Sebagai negara miskin sumber daya alam, Jepang mengimpor sebagian besar kebutuhannya dan saat ini menjadi pengimpor kelima dunia dengan nilai USD637 miliar pada 2010.

Jepang juga pengimpor minyak ketiga dunia dengan volume lebih dari 5 juta barel per hari. Menurunnya, produksi manufaktur Jepang beberapa waktu ke depan berarti berkurangnya permintaan terhadap komoditas migas dan nonmigas dunia sehingga harga minyak yang beberapa minggu lalu menembus USD105 kembali ke turun di bawah angka psikologis USD100.

Gelombang ke Indonesia

Pada 2009 Indonesia adalah negara peringkat ketujuh dalam ekspor terbesar ke Jepang setelah China, Amerika, Australia, Arab Saudi, UAE, dan Korea Selatan. Pertumbuhan ekonomi Jepang yang mencapai 3% pada 2009 setelah negatif dua tahun sebelumnya menjadikan Jepang sebagai negara pembeli terbesar produk ekspor Indonesia pada 2010 dengan nilai USD16,5 miliar atau 12,7% total ekspor kita.

Dengan produksi yang menurun akibat restorasi pascagempa, ekspor Indonesia pada 2011 ke Jepang bisa diperkirakan akan lebih kecil nilainya. Demikian juga investasi Jepang di Indonesia yang pada 2010 mencapai USD712 juta (nomor empat setelah Singapura, Inggris, dan Amerika) tidak akan meningkat pada 2011. Namun,ekonomi dunia yang sedang bangkit pada 2011 menyediakan banyak pasar untuk produk Indonesia yang sebagian besar primer dan olahan ringan.

Investasi yang masuk ke Indonesia juga stabil dan berasal dari berbagai negara.Jika saja Indonesia bertindak cepat dan segera melatih perawat, mantri, dan elderly- caregiveryang mahir berbahasa Jepang,justru dapat menyediakan sumber daya yang dibutuhkan Jepang dan membuka lapangan kerja. Bencana ini menunjukkan pada kita potensi bahaya dari ekonomi dunia yang makin terinterkoneksi.●